DEPOK - Publik Indonesia mungkin belum iklas menerima kekalahan Basuki Thahaja Purnama (Ahok) dalam pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta belum lama ini. Benar, Ahok itu satu-satunya sosok pemimpin yang dinilai paling berhasil di negri ini, namun karena Ahok datang dari kalangan minoritas ganda (Cina & Kristen), mayoritas pemilih yang Muslim tidak mencoblos Ahok.
Dukungan untuk Ahok seperti dari kelompok sukarelawan, teman Ahok, gadis Ahok, Badja (Basuki-Djarot), juga publik negri ini dari luar wilayah DKI Jakarta tetap saja tidak cukup untuk memenangkan Ahok, melanjutkan kepemimpinan Ahok-Djarot untuk period ke-2.
Pergumulan untuk Ahok selama hampir enam bulan terakhir ini kemudian menyisahkan keretakan hubungan antar umat beragama, etnis, melahirkan konfrontasi antara kelompok mayoritas dan minoritas, menimbulkan kegamangan bagi eksistensi ideologi negara, juga pertarungan senyap antara kelompok nasionalis dan radikal.
Tidak usah repot dengan sikap orang lain (terhadap Ahok) yang tidak mau menerima kehebatan (Ahok) karena mereka takut terancam kedudukan atau jabatan (kekuasaan), demikian tersirat dalam kotbah Romo RD. Aloysius Tri Harjono, pastor paroki Herkulanus Depok, Jawa Barat kemarin (24/4).
Romo Tri menyebut sosok Nikodemus dalam kotbahnya untuk menggambarkan betapa orang farisi yang juga ahli taurat memang terus mengkritik Yesus dan menentang setiap pengajaran Yesus. Para ahli taurat bahkan menuduh Yesus sebagai penghujat Allah.
"Kita harus seperti Nikodemus yang memilih diam-diam datang bertemu dengan Yesus secara pribadi di malam hari (Yohanes 3:1-8). Dan kepada Nikodemus, Yesus menjelaskan bahwa manusia harus dilahirkan kembali, artinya harus berani tinggalkan sifat-sifat lama," ujar Romo Tri.
Tidak seperti para ahli taurat pada umumnya, Nikodemus memiliki kerendahan hati untuk tunduk, datang dan berdialog dengan Yesus.
Romo Tri lalu mengajak keluarga katolik untuk mengarahkan sikap seperti Nikodemus, memilih bertemu Yesus (dalam doa pribadi). Anak-anak mesti bisa dipelihara orangtua, demikian Romo Tri, terutama mempertahankan anak-anak tetap menjadi seorang katolik, walau di luar sana mereka bertumbuh dengan situasi yang lain.
"Sebagai minoritas, mari kita berupaya tetap menciptakan situasi bagi anak-anak agar tetap hidup bersama Yesus. Anak-anak punya kebutuhan untuk dikasihi, disayangi. Dan Yesus sendiri yang mengajarkan kasih itu. Paskah yang kita rayakan adalah Kebangkitan Yesus. Bagi orang yang peracaya dan mau dibaptis, maka dia akan lahir baru, ujar Romo Tri."
Arkadius Eddy Sanyoto, tokoh gereja Paroki Herkulanus Depok, juga menegaskan bahwa pembinaan aspek rohani anak-anak harus dimulai sejak usia kanak-kanak dan lebih intensif ketika anak-anak beranjak remaja (OMK). "Kita minoritas, maka anak-anak, OMK harus dekat dengan Gereja, dan kerinduan pada Yesus yang mengajarkan Kasih itu tetap ada selamanya."
D Heriawan Tetrantoro, Ketua Lingkungan Albertus Magnus, juga menandaskan pentingnya semangat kebersamaan dalam mendukung setiap kegiatan orang muda katolik (OMK) karena masa depan Gereja ada di pundak barisan OMK. "Mari kita pertahankan semangat guyub, semangat kebersamaan di lingkungan kita."
sumber: parokiherkulanusdepok.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar