JAKARTA (FLORES nusaIMAN) - Tokoh media nasional paling populer Primus Dorimulu mengajak redaksi Flores Nusa Iman dan beberapa alumni Seminari Mataloko (Alsemat) di Jakarta terlibat dalam diskusi terbatas kemarin (Sabtu) di kantornya, gedung Beritasatu, jalan Gatot Subroto.
Hadir juga beberapa tokoh senior dan sesepuh asal Flores di Jakarta seperti Yan Riberu, Anton Tifaona, Yan Jangun, Aloysius Lele Madja, Johnny G. Plate, Frans Teguh, Nikolaus Namai Dae, dan Longginus Biaedae.
Yang diundang hadir dalam diskusi terbatas juga beberapa tokoh muda Flores seperti Valens Daki Soo, Yustinus Solakira, Faustinus Wundu, Joseph Godho, Alex Dungkal, Frans Imung, Pieter Sambut, Simon Leza, dan Robert Eppedando.
Sebagai moderator diskusi, Primus menyampaikan beberapa pemikiran reflektif tentang Etnik Flores dan perkembangan agama Katolik, lebih dari sekedar membaca ulang buku "I Remember Flores" karangan Kapten Tasuku Sato.
Masihkah Flores Nusa Iman? Demikian pertanyaan inti yang digulirkan Primus, lebih penting dari sebuah diskusi membedah buku "I Remember Flores".
Pertanyaan lainnya adalah apakah etnik Flores saat ini menampilkan nilai-nilai Kristiani dalam hidupnya? Apakah etnik Flores memiliki nilai-nilai moral dan nilai-nilai prestasi untuk bisa bersaing dengan etnik lain di Indonesia dan dunia? Apa yang perlu dilakukan agar etnik Flores menjadi etnik unggul, etnik yang memiliki nilai-nilai penting untuk bisa memenangkan persaingan.
Primus menegaskan nilai-nilai Kristiani mestinya lebih hebat dari nilai-nilai budaya Jepang. Tapi mengapa orang Katolik Flores kalah bersaing dengan orang Jepang? Jawabannya: orang Jepang melaksanakan nilai-nilai budayanya.
Orang Katolik Flores tidak melaksanakan dengan benar nila-nilai Kristiani.
Primus, yang juga guru agama (katekis) di Flores medio 1990, mengatakan orang Katolik Flores berpegang teguh pada nilai iman yakni 10 Perintah Allah, tapi hanya bisa hafal sangat baik perintah ke-6 (Jangan Berzinah). "Ketika saya hendak merantau ke Jakarta, pastor saya menasihati untuk tidak berzinah," cerita Primus.
Seyogyanya, kata Primus, apa yang kita kerjakan atau perbuat harus digerakkan oleh pikiran kita, pikiran yang digerakkan oleh keyakinan kita. We do what we think, and we think what we believe.
Primus juga memaknai 10 Perintah Allah sebagai pengejewantahan keadilan (justice), artinya apa yang menjadi milik Tuhan, diserahkan kepada Tuhan, dan apa yang menjadi milik sesama, diserahkan kepada sesama.
Sementara, kedatangan Yesus Kristus di dunia itu melampaui (beyond) 10 Perintah Allah, karena Yesus mengajarkan cinta kasih. Kita diajarkan untuk memberi apa yang kita miliki kepada orang lain, demikian Primus.
Bekerja lebih penting dari berdoa? Ini tentu diperdebatkan, namun Primus mengajak kaum muda Katolik untuk belajar lebih menghargai nilai (values) dalam pekerjaan kita, seperti Yesus sendiri telah menyelesaikan pekerjaanNya dengan sangat baik ketika menghadap Bapa di Surga.
Primus kemudian membuat kesimpulan untuk diskusi terbatas kemarin sebagai berikut.
1) Orang Flores akan memiliki kualitas yang hebat jika menghayati dan mengimplementasi nilai-nilai Kristiani.
2) Nilai-nilai Kristiani banyak terdapat pada moral yang berlaku umum dan nilai-nilai yang menentukan prestasi.
3) Orang Flores sulit mencapai kemajuan jika hanya menjalankan ritual keagamaan tanpa mengimplementasi nilai-nilai Kristiani. Penentu sukses justru terletak pada pelaksanaan nilai Kristiani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar