Minggu, 28 Mei 2017

Pater Philipus Tule, SVD: Sebagai orang beriman, kita harus menjadi radikal

DEPOK (FLORES nusaIMAN) - Selamat memasuki bulan suci Ramadhan untuk semua sanak kerabatku yang muslim dan muslimat, tulis Pater Philipus Tule, SVD di laman facebook. Bulan Ramadhan adalah bulàn yang akan menjadi sumber rahmat Allah bagi semua yang menjalaninya dengan penuh iman dan kedamaian.

"Dalam bulan Ramadhan yangg suci ini kita akan senantiasa dicobai oleh syaitan dan musuh iman kita, termasuk radikalisme dan terorisme atas nama Agama dan Allah," tegasnya saat berdiskusi dengan anggota KORPRI/ASN di Aula Eltari, Kantor Gubernur NTT pada Jumat (26/5).

Menurut Pater Philipus Tule, SVD, radikalisme agama harus dihadapi dan dilawan dengan kekuatan nilai-nilai agama dan budaya. "Kekuatan utama masyarakat NTT dalam membangun toleransi dan kebhinekaan, terletak pada kemampuan masyarakatnya secara turun temurun dalam menghayati agama dan kebudayaan secara seimbang," ujarnya.

Menurut Dosen Islamologi pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere itu, secara etimologis, kata radikal, fundamental, fanatis memiliki makna positif serta harus dimiliki oleh setiap umat beragama.

“Sebagai orang beriman, kita harus menjadi radikal, kembali ke fundamen atau dasar agama yakni Kitab Suci, Injil, Al-Quran, teologi, hadits dan tradisi. Orang yang sungguh kembali ke akar agamanya akan menghayati imannya secara benar, melihat nilai-nilai luhur dalam kebudayaan serta menolak penggunaan kekerasan. Kata-kata tersebut akan bermakna negatif ketika ditambah akhiran isme sehingga menjadi radikalisme, fundamentalisme dan fanatisme dengan mengedepankan pendekatan kekerasan dan pemaksaan kehendak kepada orang lain. Sesungguhnya, radikalisme, fundamentalisme dan terorisme ada dalam semua sejarah agama,” jelas salah satu penulis buku Identitas Muslim Pribumi NTT tersebut.

Lebih lanjut penulis buku Mendambakan Rumah Allah, Mendiami Rumah Leluhur tersebut, akar radikalisme dan fundamentalisme bersumber dari persoalan ekonomi, politik dan penafsiran yang keliru terhadap agama.

“Paham radikalisme telah merasuk orang individu, masyarakat, organisasi, partai politik dan lingkungan pendidikan. Dedengkot radikalisme di Indonesia mengintai remaja dan anak-anak muda yang masih labil untuk dijadikan pengikut dan anggota kelompok radikal. Pemerintah dan semua komponen bangsa harus terus meningkatkan kewaspadaan untuk membendung penyebaran radikalisme dan fundamentalisme,” kata putra Nagekeo berdarah Rote tersebut.

Menurut mantan Ketua STFK Ledalero itu, semua pihak harus bersatu padu untuk membongkar radikalisme lewat upaya-upaya deradikalisasi.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk melawan radikalisme.
1) Dengan mengembangkan wacana keagamaan baru dengan mengusung budaya damai.
2) Para tokoh agama harus bisa membina umatnya menjadi orang militan yang tekun berdoa dan membaca kitab suci, rajin beribadah.
3) Mengembangkan pendidikan multikulturalisme mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
4) Melanggengkan otonomi relasi agama dan budaya. Kekuatan sosial budaya ini menjadi modal penting membendung radikalisme.
5) Dengan memperluas dan mengektifkan jejaring tokoh lintas iman dan agama yang memperjuangkan spiritualitas lintas iman.

“Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan, pemerataan pembangunan di seluruh pelosok negeri serta penegakan hukum yang adil, juga menjadi langkah penting untuk membendung penyebaran radikalisme semakin luas,” tutup Pater Philipus sembari menegaskan Pancasila, UUD 1945. Kebhinekanan dan NKRI merupakan warisan pendiri bangsa yang harus terus ditegakkan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar